Riwayat Hidup Haji Agus Salim

Riwayat Hidup Haji Agus Salim
RIWAYAT HIDUP HAJI AGUS SALIM

A. Latar Belakang Keluarga

Riwayat Hidup Haji Agus Salim. Kota Gadang, Kampung asal dan kelahiran Agus Salim, termasuk salah satu kampong di wilayah Minangkabau yang letaknya di kaki gunung Singgalang di seberang lembah Ngarai dari Bukit Tinggi dengan Panorama yang indah, permai dan hawa yang sejuk. Masyarakat Minangkabau di samping sangat kuat berpegang pada tradisi adat budayanya juga teguh terhadap agama Islam.


Haji Agus Salim yang dilahirkan di kota Gadang, Bukit Tinggi (Minangkabau), pada tanggal 8 Oktober 1884 adalah putra seorang Pejabat Pemerintah sekaligus berasal dari kalangan bangsawan yang taat beragama.

Ayahnya adalah Angku Sutan Muhammad Salim, ia adalah Hoofd Djaksa pada Laadraad di Riau en Onderhorigheden atau Jaksa Kepala Pengadilan negeri Riau dan daerah bawahannya. Dia pernah menerima bintang penghargaan tertinggi dari Ratu Wilhelmina atas kesetiaannya dalam pengabdian kepada pemerintah. Sedangkan Ibunya bernama Siti Zaenab. Kedua orang tua Haji Agus Salim berasal dari keluarga yang terhormat dan taat dengan hal-hal yang bersifat religius.

Adapun silsilahnya dari Suku Pilang, Kota Gadang, Bukit Tinggi, yang mempunyai tujuh orang istri. Dari istri pertama di Kota Dt. Dinegeri mendapatkan keturunan lima orang putra putri. Seorang putra diantaranya bernama Abdurahman Dt. Rangkayo Basa, yang mempunyai empat istri dan memperoleh keturunan 14 (empat belas) orang putra-putri. Enam orang diantaranya diperoleh dari istri ketiga bernama Tuo Sini, yaitu Sutan Muhammad Salim, Sutan Adjam, Haji Tamin, Syafiah, Siti Maryam, dan Siti Asiah. Salah satu putranya yang bernama Sutan Muhamad Salim, mempunyai tiga orang istri dengan 15 (lima belas) orang putra-putri. Diantaranya Siti Damilah, Abdul Chalid Salim,Siti Jawahir, Siti Sa’adah, Siti Syariah, Jacob Salim, Agus Salim, Abdur Razak Sakhir, Salimatun Nurunnahar, Mahyuddin Badrul Alam ( Bay Salim ), Muhammad Mohdlar, Sinadjoedin Salim, Siti Kamilatul Badriah Salim, Al-Ghozi, dan yang terakhir Abdurahman. Dua istri yang pertama dan kedua meninggal serta memperoleh empat orang keturunan. Kemudian Sutan Muhammad Salim menikah lagi dengan Siti Zaenab dan mempunyai anak pertama Agus salim. Jadi Agus Salim bin Sutan Muhammad Salim bin Abdurrahman Dt. Rangkayo Basa bin Abdullah bin Abdul Aziz.

Nama asli Agus Salim adalah Masyhudul Haq, yang diberikan ayahnya dengan harapan semoga anaknya kelak menjadi Tokoh Pembela Kebenaran, sesuai arti perkataan tersebut.

Perubahan nama dari Masyhudul Haq menjadi Agus Salim, karena masa kecilnya sering jatuh sakit, sedangkan pembantu rumah tangga keluarganya kebetulan berasal dari Jawa dan mempunyai kebiasaan memanggil anak laki-laki majikannya dengan sebutan “Gus“, dari sebutan “Bagus“. Disamping itu ketika Masyhudul Haq sudah duduk di bangku sekolah, juga mendapat panggilan “August“ dari gurunya (orang Belanda). Dengan demikian nama Masyhudul Haq semakin tidak popular dan tidak pernah terdengar lagi sebagai sebutan  namanya. Tetapi tidaklah demikian dengan nama Agus Salim (Agus anak Tuan Salim). Bahkan menjadi nama panggilan sehari-hari dan terus dipakai hingga meninggalnya. Begitu juga ayahnya (Sutan Salim) menghendaki bahwa bagi anak cucunya yang laki-laki agar menggunakan Salim dibelakang namanya.

Telah diketahui bahwa ayah dari Agus Salim menjabat sebagai Hoofd – Jaksa Negeri di Riau, oleh karena itu ia sering berpindah tempat tugas. Hal ini menyebabkan anak dan istrinya ikut pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebenarnya tradisi membawa anak dan istri keluar dari daerah Minangkabau adalah suatu pelanggaran terhadap adapt istiadat budaya yang ada. Tetapi dengan di bawa serta anak dan istrinya oleh Agus Salim keluar dari Minangkabau menunjukkan bahwa beliau tidak sependapat dengan tradisi yang ada. Menurut beliau anak laki-laki adalah penanggung jawab keluarga sekaligus terhadap anak-anaknya sendiri sebab bagaimanapun juga orang tuanya sendiri yang memiliki hubungan langsung, dan akan lebih baik banyak memperlihatkan segi-segi kesantunan yang harus dicurahkan kepada anaknya.

Sikap yang diperlihatkan oleh orang tua Agus Salim, secara tidak langsung ikut memberi pengaruh terhadap anak-anaknya terutama pembentukan watak pribadi mereka, dan akan terlihat kelak bila sudah menginjak usia dewasa.

Menginjak usia dewasa, Agus Salim bekerja sebagai Penerjemah, kemudian menjadi pembantu notaries di Riau. Pada tahun 1905 bekerja pada Kongisi mencari arang batu di Retih Indragiri sampai tahun 1906. Sejak tahun itu sampai tahun 1911 beliau bekerja di konsultan Belanda di Djeddah. Selama 5 (lima) tahun di tanah Arab inilah, ia sempat menunaikan rukun islam yang kelima, ia juga mempelajari Agama Islam dengan sangat mendalam. Demikian pula mengenai pengetahuannya dalam bahasa arab. Sebelum itu ia tidak pernah belajar agama dalam arti kata yang sebenarnya. Hanya ketika masih kanak-kanak dahulu pernah diajar mengaji oleh Haji Jacub yang berasal dari Demak. Sesudah kembali ke Indonesia, beliau lalu bekerja pada Komisaris B.O.W di Jakarta sampai tahun 1912.

Pada tahun 1912 Haji Agus Salim pulang ke Kota Gadang, untuk dikawinkan. Sebagaimana biasa dalam masyarakat kita dahulu anak-anak dikawinkan atas kemauan orang tua. Itu sudah menjadi adat-istiadat orang tua kita sejak jaman dahulu. Demikian pula dengan Haji Agus Salim yang dikawinkan dengan gadis Zainatun Nahas, puteri dari Almatsir kepala sekolah di berbagai kota Sumatera. Yang dilangsungkan pada tanggal 12 Agustus 1912. Dan dikaruniai Tuhan 8 (delapan) orang putra-putri. 4 (empat) orang putera diantaranya bernama Yusuf Thaufik, Ahmad Syauket, Islam Basari, Mansyur Abd. Rahmat Sidik. Sedangkan 4 (empat) orang puteri diantaranya bernama Theodora Atik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Siti Asiah.

Kesibukan Haji Agus Salim begitu banyak. Namun, ia masih sempat mendidik ank-anaknya di rumah. Putra-putrinya tidak disekolahkan. Melainkan diajar sendiri dengan memberikan pelajaran praktis, seperti membaca, menulis, menghitung, dsb. Kendatipun demikian, berkat didikan ia yang telah dapat menanamkan kepercayaan pada kekuatan diri sendiri putra-putrinya, maka ternyata putra-putrinyapun tidak canggung bergaul dalam masyarakat. Bahkan juga pandai berbicara dalam berbagai bahasa asing.

Sikap Haji Agus Salim terhadap putra-putrinya tidaklah sebagai seorang dictator, melainkan seperti pendidik yang senantiasa memberi bimbingan yang sebaik-baiknya.

Berikut ini gambaran singkat tentang biografi Haji Agus Salim :
8 Oktober
Lahir di Kota Gedang, Bukit Tinggi bersekolah di ELS, kemudian di HBS Jakarta (Batavia)
Oktober 1906 s/d
Desember 1911
Dragoman di Konsulat Belanda, Jedah. Risalahnya yang pertama mengenai astronomi.
Januari 1912
Komies Departemen Onderwijs en Eredienst
September 1912
Komies di Departemen BOW.
1912 - 1915
Membuka HIS partikelir di Kota Gedang
1915
Menjadi anggota PB. CSI bersama H.O.S. Tjokroaminoto, Abdul Muis, Wondoamiseno, Sosrokardono, Alimin Prawirodirdjo dan lain-lain
1917 – Juli 1919
Hoofdredacteur Bureau v.d. Volkslectuur en aanverwante aangelegenheden (Balai Pustaka) dan juga pemimpin surat kabar Neratja
Oktober–November1919
Kongres SA Nasional di Surabaya
25 Desember 1919
Sekretaris Persatuan Gerakan Kaum Buruh. Semaun ketua, Surjopranoto wakil ketua.
1921 – 1924
Menjadi anggota Volksraad Pertama sekali bahasa Indonesia digunakan dalam Dewan Rakyat oleh Haji Agus Salim
8 – 11 Agustus 1924
CSI menjadi PSI Kongres Nasional ke VII di Madiun
1924
Haji Agus Salim melancarkan program baru. Ditegaskan politik nonkoperasi dengan Volksraad
1927
Ke Mekah sebagai utusan
November 1927
Dengan Tjokroaminoto mendirikan harian Fadjar Asia
Januari 1929
PSI menjadi PSII Hindia Timur
                                     
Januari 1930
Kongres PSII di Yogyakarta. terbentuk dewan partai Tjokroaminoto ketua, Haji Agus Salim wakil ketua, Sangadji ketua Lajnah Tanfidziah, Dr. Sukiman wakil ketua Lajnah Tanfidziah.
1929 & 1930
Anggota Delegasi Perburuhan ke Jenewa
11-18 Desember 1933
Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim menyusun Manifest PSII
1935
Kongres PSII Malang. Haji Agus Salim menjadi ketua Dewan Partai (Tjokroaminoto wafat 17 Desember 1934)
1936
Haji Agus Salim membentuk Partai Penyadar
1940 – 1942
Non-aktif dalam politik. Banyak mengarangkan risalah agama, kebudayaan, politik dan bicara di depan corong radio PPRK dan NIROM mengenai berbagai soal
1943 – 1945
Menyusun logat/istilah militer bahasa Indonesia untuk Tentara PETA (Pembela Tanah Air)
Okt. 1945 – Maret 1946
Penasihat pada Menteri Luar Negeri
Maret 1946 – Juli  1947
Menteri Muda Luar Negeri cabinet Sjahrir ke II & III
1947
Menghadiri Inter-Asian Relations Conference di New Delhi sebagai wakil RI. Kemudian terus ke negeri-negeri Timur Tengah.
1947
Berhasil dalam usaha memperkuat hubungan persahabatan antara RI dengan negeri-negeri Arab. Mesir, Siria dan Libanon mengakui de jure kemerdekaan dan kedaulatan RI pada aksi militer Belanda di Indonesia bersama Sjahrir mengemukakan soal Indonesia di Lake Success
Juli 1947 – 1950
Menteri luar negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin
Februari – April 1950
Penasihat pada Kementerian Luar Negeri RIS
April 1950
Penasihat pada Kementerian Luar Negeri dengan gelar pribadi Duta Besar
3 – 15 Oktober 1950
Menghadiri IITH Conference Institute of Pacific Relations sebagai utusan Indonesia, di Lucknow, India
Januari – Juni 1953
Mengajar tentang Kebudayaan Islam di Cornell University sebagai Guest Lecturer
Juni 1953
Pemimpin Perutusan RI ke London menghadiri Penobatan Ratu Elizabet II
Agustus 1953
Menghadiri Colloquium on Islamic Culture di Princeton.
September 1953
Kembali ke Indonesia
8 Oktober 1954
Merayakan Hari Ulang Tahun ke-70
4 November 1954
Wafat. Dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata
17 Agustus 1960
Haji Agus Salim semasa hidupnya tidak pernah diberi tanda jasa secara Anumerta dia diberi Bintang Mahaputera Tingkat I dari Presiden RI / Panglima Tertinggi APRI.
20 Mei 1961
Satyalencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dari Presiden RI / Panglima Tertinggi APRI
27 Desember 1961
SK Presiden RI no. 657 Tahun 1961 ditetapkan/diakui sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
             

B. Pendidikan Haji Agus Salim
Pada tahun 1891, ketika Haji Agus Salim berumur 7 tahun, beliau sudah mulai masuk sekolah dasar Belanda yang bernama “Europeesche Lagere School“ (ELS) di Riau dan tamat tahun 1898, ELS adalah sekolah rendah dengan sistem pendidikan Barat, yang lama masa belajarnya 7 tahun dan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Adapun yang dapat memasuki ELS ini adalah anak-anak keturunan Eropa dan Timur Asing. Bagi penduduk Bumi Putera, hanya anak-anak pegawai tinggi dan bangsawan yang diperbolehkan masuk sekolah ELS. Sedangkan anak-anak bumi putera lainnya umumnya sekolah pada Hollandsche Inlandsche School yang masa belajarnya selama 3 tahun untuk kelas 2 dan lima tahun untuk kelas I.

Meskipun sekolah ini biasanya hanya menerima anak-anak keturunan Eropa tetapi Agus Salim dan kakaknya dapat di terima di ELS karena ayahnya Sutan Muhammad Salim di angkat oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi Hoofd Djaksa pada pengadilan negeri di Riau.

Sejak di ELS ini, Agus Salim telah menunjukkan kecerdasannya sehingga seorang guru kepala bernama Brouwer memohon kepada Sutan Muhammad Salim agar anaknya dapat tinggal dan dididik bersamanya, permintaan ini dipenuhi ayah Salim, tetapi dengan syarat Salim boleh belajar di rumah Brouwer sedangkan untuk tidur harus di rumah.

Setelah lulus ELS, Agus Salim yang sudah berumur 13 tahun meninggalkan kampong halamannya untuk melanjutkan sekolahnya di Batavia yaitu di Hogere Burger School (HBS). HBS adalah sekolah lanjutan atau menengah yang juga merupakan sekolah dengan system pendidikan Barat (Belanda), dan lama masa belajarnya lima tahun. Seperti juga ELS hanya anak-anak bumi putera dari kalangan orang tua yang mempunyai kedudukan tinggi dan dari kalangan bangsawan yang dapat masuk ke HBS.

Di HBS ini lagi-lagi Agus Salim menunjukkan kecermelangan otaknya, sehingga beliau menjadi siswa HBS yang mempunyai prestasi paling gemilang di seluruh HBS yang ada di Hindia Belanda. Ketika itu ada 3 (tiga) buah HBS di kawasan Hindia Belanda yaitu di Batavia, atau Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Selama studi di HBS beliau tinggal bersama keluarga Koks, dan dapat hidup rukun dengan anak-anaknya. Agus Salim sering bercerita tentang keluarga Kok ini yang melanjutkan betapa dia menyimpan kenangan dari keluarga tersebut.  Prof. T.H. Koks adalah orang yang tunjuk sebagai wali dan pengasuh oleh ayah Agus Salim.

Lima tahun Agus Salim mengenyam pendidikan gi HBS, telah membawa pengaruh yang besar dalam dirinya. Masa-masa studi di HBS ini, Agus Salim mulai mengenal dan tertarik kepada paham social democrat, yang nanti dikembangkannya menjadi sosialisme Islam, setelah beliau mendalami masalah keislaman di Mekkah.

Pada tahun 1903, Agus Salim yang sudah berumur 19 tahun tamat dari HBS, dengan predikat sebagai juara pertama. Kemudian beliau berkeinginan melanjutkan ke bidang kedokteran di negeri Belanda. Tetapi impiannya terhalang oleh biaya pendidikan yang amat mahal, dan sebagai orang pribumi Agus Salim juga tidak berhak mendapatkan beasiswa. Sutan Muhammad Salim telah berusaha mendapatkan beasiswa dengan cara mengajukan permohonan untuk memperoleh persamaan status (gelijgesteld) yaitu disamakan kedudukannya dengan orang Eropa. Dengan harapan setelah disamakan statusnya akan mudah mendapatkan beasiswa. Tetapi kenyataannya setelah gelijgsteld keluar tidak dapat menolong Agus Salim untuk memperoleh beasiswa.

Sementara itu berita kepandaian dan kegagalan Agus Salim menerima beasiswa terdengar oleh R.A. Kartini, sehingga menimbulkan rasa simpatinya untuk memperjuangkan kemudahan Agus Salim agar dapat belajar di negeri Belanda dengan cara mengalihkan beasiswa yang diterimanya untuk belajar ke negeri Belanda itu untuk Agus Salim. Mengenai hal ini dapat dilihat dalam surat R.A. Kartini tertanggal 24 Juli 1903 yang ditujukan kepada Tuan Abendanon yang disampaikan melalui istrinya nyonya J.H. Abendanon. Surat itu antara lain berbunyi :
Sekarang saya mempunyai permohonan tentang perkara besar, besar sekali yang ditujukan kepada ibu. Sebenarnya ingin saya tujukan kepada tuan. Sudikah menyampaikan kepada yang mulia ? Hati kami sangat tertarik kepada seorang anak muda dan ingin sekali kami melihat ia bahagia. Anak muda itu namanya Agus Salim, orang sumatera berasal dari Riouw. Tahun ini ia menempuh ujian HBS, dan mencapai nomor 1 dari ketiga HBS. Anak itu ingin pergi ke negeri Belanda untuk belajar jadi dokter: Sayang, keadaan keuangannya tidak mengijinkan. Gaji ayahnya hanya f. 150. sekalipun menjadi kelasi, dia mau, asal dapat pergi ke negeri Belanda.

Pada akhirnya usaha yang dilakukan oleh ayah Agus Salim dan himbauan yang diusahakan oleh R. A. Kartini agar AGus Salim memperoleh beasiswa kandas, pemerintah tidak juga memberikan beasiswa kepada Agus Salim. Dengan demikian pendidikan formal Agus Salim hanya sampai di HBS dan untuk selanjutnya Agus Salim belajar secara otodidak.

Setamat dari HBS itu, Agus Salim kembali ke Riau. Disana Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaries. Setelah satu tahun, dia pindah kerja ke sebuah perusahaan pertambangan batubara partikelir si Retih, Indragiri dari tahun 1904 – 1906.

Tahun 1906 Agus Salim kembali ke Jakrta dan bertemu dengan C. Snouck Hourgrounye, seorang penasehat urusan pribumi dan Islam, yang paling terkenal. Snouck rupanya sudah mengetahui cita-cita Agus Salim, tetapi beliau menyarankan tidak perlu pergi ke negeri Belanda untuk belajar kedokteran sebab menurut Snouck gaji seorang dokter itu kecil.

Snouck kemudian menawarkan alternative lain pada Agus Salim bukan untuk melanjutkan studi, tetapi bekerja sebagai konsul Belanda di Jeddah, Saudi Arabia. Tawaran Snouck ini diterima Agus Salim dan didukung oleh kedua orang tuanya.

Pada tahun 1906 Agus Salim mulai bekerja di Jeddah. Selain itu beliau juga mulai belajar pada pamannya yang bernama Syeikh Ahmad Khatib.

Pekerjaan Agus Salim di Mekkah yang selalu berhubungan dengan masalah0masalah keislaman dan kesungguhannya dalam mempelajari ajaran-ajaran islam baik secara langsung dengan para ulama yang ada di Mekkah dan Madinah maupun lewat kitab-kitab berbahasa Arab. Beliau juga belajar dari buku-buku Islam modern yang dikarang oleh ulama-ulama Islam terkemuka seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan Ibnu Taimiyah yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Hal ini telah banyak membuat perubahan pada dirinya terutama dalam hal keyakinan terhadap agama Islam. Seperti dikisahkan sendiri : Semasa itu keislamanku seolah-olah bawaan kebangsaan saja dan bukanlah menjadi agama keyakinan yang bersungguh-sungguh. Tetapi selama 5 tahun di Saudi Arabia saya lima kali naik haji dan bertambah dalam sikap saya terhadap agama, dari pada tidak percaya menjadi syak dan dari pada syak menjadi yakin mengakui keadaan Allah dan agama Allah.

Agus Salim juga mempelajari agama-agama lain sebagai bahan perbandingan dan untuk memperkuat keyakinan agamanya. Dengan memperbandingkan agama Islam dengan agama-agama lain maka Agus Salim akan mantap melaksanakan syariat Islam.

Sekembalinya dari negeri Arab (1911), Agus Salim banyak mengalami perubahan. Diantaranya yaitu sikap yang menunjukkan seorang muslim yang alim dan menguasai bahasa Arab dengan baik, juga pemikiran mengenai ummat Islam di Indonesia dewasa itu, yang katanya, “ ummat Islam Indonesia mundur lantaran salah dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam “.

Pada tanggal 12 Agustus 1912 Agus Salim yang sudah mencapai umur 27 tahun mempersunting Zainatun Nahar Almatsier yang lahir tanggal 16 Desember 1893. Setelah bekerja pada Jawatan Pekerjaan Umum (BOW Burgerlijke Openbare Werken) di Jakarta. Pada akhirnya Agus Salim kembali ke kota Gadang dan mendirikan sekolah dasar swasta (HIS). Dan istrinya itu masih ada hubungan keluarga dengan ayahnya. Jadi masih saudara sepupu.

Setelah tiga tahun Agus Salim tinggal dikampungnya dari tahun 1912 sampai akhirnya 1915, beliau memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Bagi Agus Salim peristiwa ini mempunyai arti yang penting, karena pada tahun 1915 tersebut untuk pertama kalinya Agus Salim menjadi anggota gerakan Syarikat Islam (SI).

Yang artinya Agus Salim telah memulai perjuangan yang bersifat nasional, diawali dengan pertemuannya dengan Cokroaminoto, sebagai pemimpin Syarikat Islam, pada tahun 1915.

Selain aktif dalam organisasi SI di tahun 1925 di kota Yogyakarta beliau turut serta mendirikan JIB (Jong Islamietend Bond), sekaligus diangkat sebagai penasehatnya, terutama dalam soal-soal keislaman. Baginya merupakan satu kesempatan untuk memperdalam tentang sejarah Islam, hokum Islam dan mendalami Al-Qur’an dan lain-lain seperti dikatakannya ketika berada di Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat pada tahun 1953, yaitu: Saya menjadi penasehat soal-soal keislaman pada perhimpunan Muhammadiyah, pada Al-Irsyad, juga Syarikat Islam serta pada perkumpulan pemuda pelajar Islam (JIB). Beliau juga aktif menyampaikan ceramah, pidato dan diskusi mengenai soal-soal keislaman. Antara lain menyampaikan tentang gerakan Islam modern yang dipelopori oleh Jamluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) usia Agus Salim telah mencapai 60 tahun. Sedangkan usaha dan kegiatan yang dilakukannya tidak menonjol seperti tahun-tahun sebelumnya, terutama kegiatan yang hubungannya dengan kepentingan ummat.

Menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia Agus Salim aktif dalam pusat tenaga rakyat (PUTERA) bersama Bung Karno dan Bung Hatta dan lain-lain. Selanjutnya beliau menjadi anggota BPUPKI dan duduk dalam PPKI bersama Prof. Soepomo dan Prof. Husein Djajadiningrat dan lain-lain.

Pasca kemerdekaan Indonesia (1945) secara berturut-turut beliau menduduki jabatan dalam cabinet: Semula menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, kemudian menjadi Menteri Muda Luar Negeri dalam cabinet Syahrir II (1946) dan dalam cabinet Syahrir III (1947), juga menjadi Menteri Luar Negeri dalam cabinet Hatta I dan II (1948 – 1949). Selanjutnya sekitar tahun 1949 bersama Bung Karno, Bung Hatta, Mr. Mohammad Roem, Ali Sastroamidjojo, dan lain-lainnya, Agus Salim diasingkan oleh pemerintah Belanda ke Bangka. Tahun 1949 pasca pengasingan, beliau tidak lagi sebagai Menteri Luar Negeri RI, tetapi menjadi penasehat ahli Menteri Luar Negeri RI, karena mengingat usianya yang sudah lanjut (66 tahun).

Pada tahun 1953, Agus Salim berangkat ke Amerika Serikat guna memenuhi undangan dari Cornell University Itacha dan Priceton University di Amerika Serikat. Beliau diangkat sebagai guru besar luar biasa dalam mata kuliah “Pergerakan Islam Indonesia” selama satu tahun. Pada akhir tahun 1953 beliau kembali ke tanah air. Menjelang usianya yang ke-70 tahun, sahabat, kawan, pengikut, dan murid-muridnya membentuk suatu panitia memperingati 70 tahun dari usia beliau. Upacara peringatan diselenggarakan secara sederhana tetapi meriah tepat tanggal 8 Oktober 1954 di Jakarta. Tetapi mencapai satu bulan dari peringatan usia 70 tahunnya, beliau meninggal dunia di RSUP (Jakarta 4 November 1954) karena sakit beberapa hari sebelumnya. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, selanjutnyadiangkat sebagai Pahlawan Nasional secara Anumerta (1961) melalui surat keputusan Presiden RI Nomor 657 Tahun 1961, sebelumnya dia juga menerima 2 macam bintang kehormatan dari Presiden RI.

Meskipun Agus Salim telah tiada namun nama beliau tetap harum sepanjang masa. Sikap hidupnya yang selalu optimis adalah cerminan dari keyakinan terhadap agama (Islam), begitu pula kesederhanaannya merupakan cerminan dari kepribadiannya yang Islami. Apa yang dilakukan olehnya sebenarnya tidak bias dilepaskan dari latar belakang pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga, pendidikan formal dan belajar secara otodidak.

Sikap dan perilaku yang diterapkan oleh Agus Salim pada akhirnya menjadi tauladan dan acuan bagi generasi yang hidup semasanya serta bagi generasi berikutnya. Beliau tidak meninggalkan setumpuk harta bagi keturunannya tetapi meninggalkan berbagai prestasi yang tidak ada duanya, yang besar manfaatnya terhadap ummat Islam di Indonesia baik pada zamannya, sekarang maupun akan datang.



C.  Karya-karya Haji Agus Salim
Haji Agus Salim selain dikenal sebagai tokoh Nasional beliaupun popular sebagai penulis berbagai artikel dan sejumlah risalah telah diterbitkan, baik berupa buku maupun terbit melalui Surat Kabar dan Majalah.

Kebanyakan buku-buku karangan beliau berupa risalah-risalah pendek selain tipis isinya juga ringan sifatnya. Isi buku-bukunya umumnya membahas sesuatu masalah, seperti soal-soal politik, kebudayaan, sejarah, tetapi yang sangat menonjol adalah masalah-masalah keagamaan antara lain sebagai berikut :
1.   Islam meliputi :
a.       Dari Qur’an dan sebagainya, dalam buku Adat Contra Islam, Jakarta, 26 Mei 1934
b.       Hari Raya Idul Fitri, dalam buku Idul Fitri
c.        Cerita Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw, Sumber Ilmu, Jakarta, 1352 H-1935 M.
d.       Hukum yang Lima, dari buku hukum yang lima dan dalam agama Islam, Sumber Ilmu, Jakarta, 1941
e.       Perempuan dalam Islam, Hindia Baroe, 17 dan 18 April 1925
f.         Iamn dan Bahagia tidak Bercerai, Fadjar Asia, 6 Juli 1928
g.       Ketuhanan Yang Maha Esa, Hikmah, 25 Juni 1953
h.       Jong Islameitend Bond, Hindia Baroe, 9 Januari 1925
i.          Gods Laatste Boodshap de Universele Gods Dienst, Sumber Ilmu, Jakarta, 1937
j.          Godsdienst, dari buku Tauhid, de Belijdenis Van de enique God, Nomer 1, Sumber Ilmu, 1935
k.        Persatuan Islam (Khutbah Jum’at) dimuat dalam Surat Kabar dunia Islam, 23 Maret, 1923
l.          Wajib Bergerak ( Khutbah Jum’at) dimuat dalam Surat Kabar Dunia Islam, 23 Maret 1923
m.      De Brhofte Oom Godsdienst, dalam Majalah Het licht, tahun 1, 1925
n.       De Sluiering en Afzondering der Vrouw, dalam Majalah Het Leicht, tahun 2, 1926.

2.   Politik, meliputi :
a.        Lahirnya Tipis, Isinya Dalam, dimuat dalam surat kabar Neratja, Kamis 4 Oktober, 1917
b.        Benih Pentjederaan, dimuat dalam surat kabar Neratja, Selasa, 7 Januari, 1919
c.        Herziening Van Het Regeeringsreglement, Algemene Beshouwigen (Verlag), dimuat dalam HVR, 1922 4e Vergedering, Maandag, 13 November, 1922
d.        Eerst Algeemene Aavulling begrootiong Voor, 1923; Afd. IV, Vergadering, Zatendag, 9 Desember, 1922
e.        Eesrst Algemene Aavulling begrootiong Voor, 1923; Afd. IV, Dept. Van Bennerlandsch Bestuur, dalam, HVR, 1922, 25 site Vergadering, Dinsday, 19 Desember, 1922
f.         Wijazigeingen Aanvulling Van De Koeleiodonantie Sumatra’ 3 Ootskust, dalam HVR 1923 e Vergadering, Vrijdag, 2 November, 1923
g.        Onwelwildend, Onbillijk, Onwar, Maarniet Onpar Tijdig, dalam Majalah Het Licht, No. 1 tahun 2 Maret 1926
h.        Hak Berserikat dan Berkumpul dalam buku Berserikat dan berkumpul, Jakarta, 1919
i.          Pergerakan Politik Indonesia, dalam Pemimpin Umum “Pergerakan Penyadar”.
j.          Hendak mengapa masuk Volksraad?, Pedoman Masyarakat, 26 Oktober, 1938
k.        Moh. Hatta dihinakan, Mustika, 21 November, 1931
l.          Indonesia Merdeka, Hindia Baroe, 14 Mei, 1925
m.      Cinta Bangsa dan Tanah Air (Polemik), 16 Juli 1928, 18 Agustus 1928, 20 Agustus 1928
n.        Soal Yahudi dan Palestina, harian Pandji Islam, 9 Januari 1939
o.        Politik Bajingan, Harian Fadjar asia, 11 Januari 1928
p.        Hak Berserikat dan berkumpul, buku Berserikat dan berkumpul, Jakarta 1919
q.        Kemajuan yang diperoleh karena usaha, dimuat dalam Surat Kabar Neraca, Sabtu 15 September 1917, no. 53 tahun 1
r.         Kemajuan Perkara Harta, dimuat dalam Surat Kabar Neraca, Kamis 11 Oktober 1917, No. 71 tahun 1
s.        Kemajuan Perempuan Bumi Putera, dimuat dalam Surat Kabar Neraca, Selasa 4 September 1917, No. 45 tahun 1

3.      Kebudayaan, meliputi :
a.       Agama dan kebudayaan, dari Majalah kebudayaan, tahun 1953
b.       Dardaulla, dari Majalah Pujangga Baru, tahun 1, 1933-1934.

4.      Falsafah, meliputi :
a.       Keterangan Filsafat tentang tauhid, takdir dan tawakkal dari buku;Keterangan filsafat tentang tauhid, takdir dan tawakkal, Tintamas, Jakarta, 1953

5.      Ekonomi, meliputi :
a.       Rasa Kebangsaan dan Azaz Ekonomi, Fadjar Asia, 15 Februari 1929
b.       Ekonomi, Sosial, dan Politik, Fadjar Asia, 15 Februari 1929

Disamping itu Haji Agus Salim juga memiliki karya terjemahan antara lain :
a.       CW. Ledbester, Kitab Theosofi, disalin oleh AF. Fakersma dan Haji Agus Salim, Weltevieden, 1915
b.       Syarafoeddin Maneri, Tasauf dapat diterima berbagai golongan atau kekuatan social politik yang ada.

Demikian beberapa tulisan Haji Agus Salim yang terdapat dalam kumpulan tulisannya yang pernah dipublikasikannya untuk generasi selanjutnya dan terutama demi kepentingan nusa dan bangsa yang tercinta ini.

Referensi:

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, (Jakarta; LP3ES, 1996)

Sohatno, Tokoh-t6okoh Pemikir paham Kebangsaan : Haji Agus Dan Muhammad Husni Thamrin, (Jakarta; Depdikbud, 1995)

Solichin Salam, Haji Agus Salim: Hidup Dan Perjuangannya, (Jakarta; Jaya Murni, 1961)

Kustianti Mochtar, Haji Agus Salim Manusia Bebas, dalam seratus tahun Haji Agus Salim, Hasil Tanjil et.al , (Jakarta: Sianar harapan, 1996)

Muhammad Hatta, Kenang-kenangan Kepada Haji Agus Salim dalam Solichin Salam, haji Agus Salim pahlawan Nasional, (Jakarta; Jaya Murni, 1963)

Muhammad Roem, Bunga Rantai dari Sejarah 3, (Jakarta; Bulan Bintang, 1983)

Mr. J.H. Abendanon pada tahun 1900 menjabat Direktru Departemen Pendidikan, Agama, Dan Kerajinan Belanda.

Hasil Tanjil, et.al, Seratus Tahun Haji Agus Salim, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996)




= Baca Juga =



No comments

Theme images by mattjeacock. Powered by Blogger.